Sultan Hamid II. Di nadinya mengalir darah ningrat Kesultanan Pontianak. Dia satu dari sedikit orang pribumi yang bisa lulus Akademi Militer Belanda di Breda, Belanda. Sultan Syarif Hamid Alkadri dilahirkan 12 Juli 1913. Putra Sultan Syarif Muhammad Alkadri, Sultan ke enam Pontianak.
Walau terlahir dari Kesultanan Islam, kehidupan Hamid
Alkadri Keeropa-eropaan. Dia sempat masuk Technische Hooge School (THS). Tetapi
akhirnya lebih memilih menjadi perwira tentara Belanda yang disebut Koninklijk
Nederlandsch-Indish Leger (KNIL). Hamid muda memutuskan masuk ke Koninklijke
Militaire Academie di Breda. Dia mengaku sangat tertarik dengan kehidupan
militer.
Setelah lulus, Hamid menjadi Letnan II. Hamid juga menikah dengan wanita Belanda bernama Marie van Delden. Wanita yang dikenal dengan nama Dina van Delden ini putri seorang kapten tentara Belanda. Masuknya Jepang menghancurkan kekuatan Belanda di Nusantara. Hamid yang sempat berperang di Balikpapan ini kemudian dijebloskan Jepang ke penjara di Batavia. Dia ditahan dari tahun 1942-1945. Baru bebas setelah Jepang dikalahkan sekutu.
Setelah Belanda ingin berkuasa kembali ke Indonesia tahun 1946, Hamid kembali menjadi tentara Belanda. Pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel, kemudian jenderal mayor. Mungkin dia pribumi dengan pangkat militer tertinggi. Tapi akhirnya dia melepaskan diri dari dinas militer dan memimpin rakyat Pontianak.
Diakui Hamid, sebuah keputusan yang berat meninggalkan dunia ketentaraaan. Apalagi dia diangkat menjadi ajudan istimewa Ratu Belanda Wilhelmena. Kemudian Sultan Hamid menjadi Ketua Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO). Forum negara-negara federal di Indonesia. Banyak pihak yang menganggap BFO adalah boneka Belanda, walau pendapat ini tak selamanya benar.
Saat Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, Hamid diangkat Soekarno untuk menjadi menteri negara. Tugasnya menyediakan gedung dan menciptakan lambang negara. Hamid menyerahkan rancangannya. Wujud seorang manusia yang berkepala Garuda dan menggenggam perisai Pancasila. Itulah disain awal Pancasila. Soekarno kemudian memberikan beberapa usul, manusia Garuda diubah sepenuhnya menjadi burung garuda. Tapi saat itu burung garuda masih ‘gundul’ dan tidak berjambul. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk kali pertamanya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut. Beberapa yang diperbaiki antara lain penambahan jambul pada kepala Garuda Pancasila. Selain itu mengubah posisi cakar kaki yang mencengkeram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita. Banyak yang menduga, Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.
Karier politik Hamid sendiri berakhir tak lama
berselang. Dia bersekutu dengan Westerling untuk menyerang sidang kabinet di
Pejambon tahun 1950. Hamid memerintahkan Westerling membunuh menteri pertahanan
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel TB Simatupang
dan Sekjen Kementerian Pertahanan Ali Budiarjo.
Percobaan pembunuhan itu gagal. Saat komplotan Westerling menyerang, rapat sudah selesai. Sultan Hamengkubuwono IX lalu menangkap Sultan Hamid II. Dia diadili tahun 1953. Pembelaan dirinya ditolak. Pengadilan mengganjarnya dengan hukuman 10 tahun penjara atas kesalahan menggerakkan pemberontakan.
Nama Hamid pun dikenal sebagai pemberontak. Begitu yang tertulis di buku-buku sejarah. Jasanya menciptakan burung Garuda seolah digugurkan. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
(Content Writter: Hening Bulan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar